Sari Intan Kailaku1, Irma Afriyanti Bakhtiary1, Nia Umar1,3 dan Asteria Taruliasi Aritonang2
1Asosisasi Ibu Menyusui Indonesia, 2World Vision Indonesia
3Anggota Perinasia
PENDAHULUAN
Menyusui adalah cara pemberian makanan pada bayi yang ideal, menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan yang sehat pada bayi dan juga merupakan bagian integral dalam proses reproduksi dengan implikasi yang penting untuk kesehatan ibu1. Selama masa menyusui, tenaga kesehatan merupakan sumber informasi yang paling diandalkan oleh orangtua. Peranan penolong persalinan sebagai penasihat berpengaruh secara signifikan terhadap pemberian ASI di hari pertama kelahiran bayi2 dan dukungan tenaga kesehatan memiliki pengaruh signifikan pada lamanya pemberian ASI3.
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kebijakan nasional yang cukup baik dalam memastikan dukungan tenaga kesehatan terhadap keberhasilan ibu menyusui. Dua kebijakan terbaru yang sangat diharapkan dampaknya bagi peningkatan angka cakupan pemberian ASI adalah UU no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan PP no. 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif. Namun, implementasi kebijakan nasional tersebut belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari angka pemberian ASI eksklusif di Indonesia yang masih rendah. Berdasarkan data World Breastfeeding Trends Initiative 2012 tentang kondisi menyusui di 51 negara berdasarkan pengukuran indikator yang telah ditetapkan, Indonesia urutan ke 49 dari 51 negara dengan angka menyusui hanya sebesar 27,5%4.
Pemerintah di tahun 2012 telah merancang program Rencana Aksi Akselerasi Pemberian ASI Eksklusif 2012-20145 yang bertujuan untuk mempercepat pencapaian cakupan pemberian ASI eksklusif (0-6 bulan) dari 61,5% pada tahun 2010 menjadi 80% pada tahun 2014. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai kesadaran dan pemahaman tenaga kesehatan tentang dukungan bagi ibu menyusui dan mengenai kebijakan nasional terkait menyusui. Selain itu juga untuk mengetahui metode sosialisasi kebijakan nasional yang efektif bagi tenaga kesehatan.
METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan di 10 (sepuluh) Rumah Sakit di 5 (lima) kota, yaitu DKI Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang dan D.I. Jogjakarta sejak Februari-April 2013. Populasi penelitian sebanyak 235 orang tenaga kesehatan terdiri dari dokter spesialis obstetri ginekologi, bidan, dokter spesialis anak, perawat serta profesi tenaga kesehatan lainnya yang terkait dengan perawatan ibu dan bayi.
Penelitian ini didisain secara deskriptif observasional. Pemilihan fasilitas kesehatan dengan metode convenience sampling. Cara penarikan sampel dilakukan dengan cara non probability sampling dengan metode snowball sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan pendampingan (wawancara) oleh enumerator. Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD)dilakukan di setiap kota, melibatkan perwakilan tenaga kesehatan yang sudah diwawancara serta perwakilan manajemen fasilitas kesehatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kesadaran untuk Mendukung Menyusui
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir semua responden memiliki kesadaran tentang pentingnya mempromosikan, melindungi dan mensosialisasikan menyusui kepada masyarakat (99,1%, n=232). Namun, lebih dari 30% (n=72) tenaga kesehatan tersebut mengaku pernah menerima hadiah atau sampel gratis atau sponsor dari produsen susu formula setelah 2010, yaitu setelah disahkannya UU Nomor 36/2009.
Tingginya kesadaran responden tidak berkorelasi dengan kesadarannya untuk menghindari kontak atau bekerja sama dalam berbagai bentuk dengan produsen susu formula, khususnya dalam menerima hadiah, sampel gratis dan sponsor. Tenaga kesehatan yang memperlihatkan hubungan baik dengan produsen susu formula, tanpa disengaja memberi kesan mempromosikan produk susu formula tersebut.
Sebanyak 94% (n=221) tenaga kesehatan mengaku pernah bertemu dengan pasien yang mengalami kesulitan menyusui, dan tindakan yang paling banyak dilakukan adalah memberikan saran atau motivasi menyusui (73,2%, n=172) (Gambar 1). Hanya sebagian kecil yang merujuk ke klinik laktasi (23,8%, n=56) dan merujuk ke konselor menyusui (24,7%, n=58).
Gambar 1. Tindakan yang dilakukan tenaga kesehatan dalam menangani pasien dengan kesulitan menyusui.
Tenaga kesehatan yang tidak memiliki pengetahuan dan keahlian yang cukup dalam menangani permasalahan menyusui, sebaiknya merujuk pasien kepada konselor menyusui atau tenaga kesehatan lain yang terlatih.
Pemahaman terhadap Kebijakan Nasional
Dari seluruh responden, hanya 42,5% (n=100) yang mengaku sudah ada sosialisasi UU Nomor 36/2009 dan 48,9% (n=115) yang mengaku sudah ada sosialisasi PP Nomor 33/2012 di fasilitas kesehatannya. Sosialisasi kedua kebijakan nasional tampak masih kurang di semua kota dan semua profesi tenaga kesehatan yaitu hanya berkisar antara 25,0 – 61,5% (Tabel 1).
Tabel 1. Persentase tenaga kesehatan yang telah mendapatkan sosialisasi kebijakan nasional berdasarkan kota dan profesi tenaga kesehatan |
|||
Populasi |
Telah mendapatkan sosialisasi (%) |
||
UU no. 36/ 2009 |
PP no. 33/ 2012 |
||
Kota |
Bandung |
38,1 |
38,1 |
Jakarta |
47,9 |
47,9 |
|
Jogjakarta |
25,8 |
48,4 |
|
Semarang |
59,0 |
61,5 |
|
Tangerang |
50,0 |
50,0 |
|
Profesi tenaga kesehatan |
Dokter spesialis anak |
51,7 |
51,7 |
Dokter spesalis kandungan |
41,4 |
37,9 |
|
Bidan |
34,8 |
46,7 |
|
Perawat |
48,7 |
56,4 |
|
Lainnya |
37,5 |
25,0 |
Sosialisasi menyusui di DKI Jakarta tidak lebih banyak dibandingkan di daerah. Kota Semarang terlihat mendapatkan lebih banyak sosialisasi dibandingkan kota lainnya. Hal ini kemungkinan disebabkan sudah adanya Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 56 tahun 2011 tentang Kebijakan Program Peningkatan Pemberian ASI. Sosialisasi Pergub sejak 2011 dapat dianggap serupa oleh tenaga kesehatan dengan sosialisasi kebijakan nasional. Kegiatan sosialisasi diasumsikan lebih masif pada daerah yang sudah memiliki kebijakan daerah sendiri.
Pemahaman tenaga kesehatan juga diukur melalui pesan-pesan yang paling diingat dari kebijakan nasional yang sudah disosialisasikan. Dari 100 orang responden yang menyatakan sudah mendapatkan sosialisasi mengenai UU Nomor 36/2009, lebih dari 30% menjawab tidak ingat dan jumlah yang sama menjawab tidak tahu (Tabel 2). Sementara itu dari 115 orang yang menyatakan sudah mendapatkan sosialisasi mengenai PP Nomor 33/2012, lebih dari 23% menjawab tidak ingat, dan lebih dari 32% menjawab tidak tahu (Tabel 2). Hanya sedikit sekali tenaga kesehatan yang menjawab dengan tepat dan sebagian jawaban yang sama sekali tidak sesuai dengan isi UU maupun PP.
Lebih lanjut, hanya 29.6% responden yang menjawab dengan tepat mengenai sanksi yang dapat diberikan pada tenaga kesehatan yang memberikan susu formula tanpa indikasi medis. Hal ini menunjukkan walaupun cukup banyak tenaga kesehatan yang memiliki pengetahuan mengenai menyusui, namun sebagian besar tidak memahami implikasi dari tanggung jawab mereka dalam kebijakan mendukung menyusui.
Tabel 2. Pesan-pesan yang paling diingat responden tentang kebijakan nasional yang sudah disosialisasikan.
No. |
Sudah mendapatkan sosialisasi UU Nomor 36/2009 |
% |
No. |
Sudah mendapatkan sosialisasi PP Nomor 33/2012 |
% |
1. |
Tidak ingat |
31.19 |
1. |
Tidak tahu |
32.79 |
2. |
Tidak tahu |
31.19 |
2. |
Tidak ingat |
23.77 |
3. |
ASI hak bayi |
11.93 |
3. |
ASI Eksklusif |
7.38 |
4. |
ASI Eksklusif |
3.67 |
4. |
Mengenai IMD |
7.38 |
5. |
Larangan tenaga kesehatan mempromosikan formula |
3.67 |
5. |
ASI hak bayi |
4.10 |
6. |
Ibu wajib memberi ASI |
3.28 |
|||
6. |
Mengenai IMD |
2.75 |
7. |
Sanksi bagi tenaga kesehatan yang memberikan formula pada bayi |
2.46 |
Metode Sosialisasi Kebijakan Nasional
Metode sosialisasi UU Nomor 36/2009 dan PP Nomor 33/2012 yang paling banyak diterima oleh tenaga kesehatan adalah melalui surat edaran yang diberikan manajemen RS. Selain itu, metode yang pernah diterima antara lain pertemuan pembahasan (briefing), ceramah, informasi langsung (one on one), pertemuan rutin (apel pagi, bulanan), poster, pamflet, dan rapat. Bentuk sosialisasi yang lebih interaktif dan intensif seperti seminar, penyuluhan dan sejenisnya dianggap lebih efektif oleh tenaga kesehatan untuk meningkatkan pemahaman mengenai kebijakan nasional. Sebagian besar responden menyatakan perlunya interaksi dengan tenaga ahli dalam kegiatan sosialisasi kebijakan nasional.
KESIMPULAN
Kesadaran tenaga kesehatan tentang pentingnya mempromosikan, melindungi dan mensosialisasikan menyusui sudah cukup tinggi. Namun, kesadaran ini belum diikuti dengan pemahaman yang cukup mengenai dukungan bagi ibu menyusui dan pemahaman terhadap kebijakan nasional terkait menyusui. Sosialisasi kebijakan nasional bagi tenaga kesehatan masih rendah dan kurang dipahami. Perlu dilakukan sosialisasi menyeluruh secara intensif untuk meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan mengenai dukungan bagi ibu menyusui. Metode sosialisasi yang paling banyak disarankan oleh tenaga kesehatan adalah seminar, penyuluhan, pelatihan, workshop serta pertemuan pakar dengan tenaga kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
1 Kramer, M., et al. Promotion of Breastfeeding Intervention Trial (Probit): A Randomized Trial In The Republic of Belarus. Journal of The American Medical Association, 285 (4): 413-420, 2001.
2 Siregar, M. A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI oleh Ibu Melahirkan, Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, USU Digital Library. 2004.
3 Horta Bl, Bahl R, Martines Jc, Victora Cg. Evidence on The Longterm Effects of Breastfeeding: Systemic Review and Etaanalysis. WHO Publication (A Study Commissioned By WHO/CAH). 2007.
4 World Breastfeeding Trend Initiatives 2012. The State of Breastfeeding in 51 Countries (Policy and Programmes). IBFAN and BPNI.
5 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Rencana Aksi Akselerasi Pemberian ASI Eksklusif 2012-2014. Tahun 2012.